Jumat, 22 Januari 2010

PROFESI PERAWAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah salah satu agama yang diakui keberadaaannya di Indonesia. Jumlah penganut agama Islam di Indonesia sangat banyak dibandingan penganut agama non Islam. Islam adalah agama yang benar disisi Allah dan hamba-hambanya, sehingga Allah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia(muslim) khusus untuk umat Nabi Muhammad Saw. Didalam Al-Qur’an ada ayat yang menerangkan bahwa salah satu tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah sebagai obat dan rohmat bagi orang – orang mukmin. Misalnya dengan ilmu8 kesehatan, ilmu ini zaman nabi pun ada tapi belum semaju sekarang karena adanya pengaruh globalisasi. Tokoh Islam yang terkenal di dunia kesehatan salah satunya yaitu Ibnu Sina.

Islam sangat menyarankan untuk selalu menjaga kesehatan karena dengan jiwa yang sehat akan mempermudah sekali kita untuk beribadah kepada Allah karena tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kapada-Nya.

B. Tujuan

Kita sebagai umat Islam terkadang tidak menegetahui apa fungsi Islam dalam bidang kesehatan, kita hanya berfikir Islam adalah agama. Sebenarnya banyak sekali yang kita belum ketahui tentang Islam. Islam merupakan salah satu agama yang membahas seluruh aspek kehidupan misalnya dalam hal penyakit.

Maka dari itu penulis dalam makalah ini mengambil judul “PROFESI PERAWAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM” dengan tujuan untuk menambah wawasan kita (muslim) dalam memahami Islam tentang manfaatnya dalam dunia kesehatan.

C. Rumusan Masalah

Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode kajian pusataka yang artinya mencari dari buku – buku yang ada kaitannya dengan pembahasan mengenai Profesi Perawat Dalam Perspektif Islam, sebagai referensi lainya juga diperoleh dari Al-Qur’an, Kitab-kitab karangan para ulama dan situs web di internet yang membahas mengenai hal tersebut disertai dengan pemikiran penulis sendiri.

D. Sistematika Penulisan

a. Cover

b. Halaman Judul

c. Kata Pengantar

d. Daftar Isi

e. Pendahuluan

f. Pembahasan

g. Penutup

h. Daftar Pustaka

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perawat Sebagai Profesi

Islam menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat tidaknya seseorang.

"Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-baik yang Kami rezekikan kepadamu" (QS al-Baqarah: l68, l72).

Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga makanan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun ukuran atau takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum tentu baik bagi kesehatan.

Sebagian besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi perut kita sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi Muhammad SAW adalah memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus proporsional, yakni masing-masing sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi dan al-Hakim)..

Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang mengabaikan kebersihan, seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang sampah dan limbah di sungai/sumur yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya. Islam sangat menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin. Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain bersumber dari perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.

Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan, dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama sangat melarang perilaku nekad dan ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (al-Baqarah:: l95).

Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak jarang juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih besar disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya; darat, laut dan udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian karena kecelakaan lalu lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.

Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari. Termasuk di sini karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan udara dan pengaruh global yang semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia. Karena itu Islam memberi peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan jangan abaikan kesehatan, karena kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang. Orang baru sadar arti sehat setelah ia merasakan sakit.

B. Adanya Perawat

Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit dan kesakitan, maka profesi keperawatan tidak bisa dihindari. Kapan dan di mana pun, keperawatan sangat dibutuhkan, baik yang dilakukan secara sederhana dan tradisional sampai pada yang semi modern dan supermodern.

Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan medis. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan kesehatan diartikan sebagai pelayanan yang diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan suatu gangguan kesehatan tertentu (KBBI, l990: 504).

Menurut Benjamin Lumenta (l989: l5)

* Pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang sama, yang dilakukan oleh pranata sosial atau pranata politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya. Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan makrososial yang berlaku antara pranata atau lembaga dengan suatu populasi, masyarakat atau komunitas tertentu.

* Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanana medis dengan individu yang membutuhkannya.

Pelayanan medis ini merupakan kegiatan mikrososial yang berlaku antara orang perorangan (Lumenta, l989: l5). Al Purwa Hadiwardoyo (l989: l6) menambahkan, pelayanan medis mengandung semangat pelayanan dan usaha maksimal dengan mengutamakan kepentingan pasien dan mengandung nilai ethos yang tidak egoistis dan materialistis.

Dengan demikian, pelayanan kesehatan lebih bersifat hubungan antarlembaga atau institusi kesehatan dengan kelompok masyarakat yang lebih bersifat massal, sedangkan pelayanan medis lebih bersifat hubungan individual antara pemberi layanan medis, dalam hal ini dokter, paramedis dan perawat dengan pengguna, pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan medis, dengan lebih menekankankan kepada ethos kerja profesional dan tidak materialistis.

Dalam tulisan ini, perbedaan istilah di atas tidak terlalu dipersoalkan, karena muaranya juga sama, yakni mencegah penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Lumenta mengatakan, pelayanan kesehatan dan pelayanan medis mempunyai tujuan yang sama, yakni memenuhi kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi semua masalah atau semua penyimpangan terhadap keadaan kesehatan, atau semua masalah dan penyimpangan terhadap keadaan medis normatif. Karena itu pranata sosial atau politik, seperti ormas kepemudaan, keagamaan dan partai politik, memang bisa saja memberikan pelayanan kesehatan, misalnya untuk meningkatkan pengabdian pada masyarakat, bakti sosial dan sejenisnya, tetapi tetap harus bekerjasama dengan institusi dan pemberi layanan medis yang profesional. Sebab tanpa melibatkan para profesional di bidang kesehatan dan medis, pelayanan yang diberikan tidak akan berhasil, bahkan akan kontraproduktif.

Di tengah tingginya tuntutan kepada profesionalisme kerja sekarang serta daya kritis masyarakat yang juga meningkat, setiap pekerjaan harus dijalankan secara profesional. Terlebih pekerja di bidang kesehatan dan medis, sebab pekerjaan ini sangat berisiko dan berkaitan dengan hidup matinya manusia, yang dalam sumpah dunia kedokteran, harus dilindungi dan diselamatkan sejak calon manusia itu masih berada di dalam perut ibunya.

C. Mulianya Profesi Perawat

Menurut mantan Rektor Universitas Al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout (l973: l24), banyak sekali petunjuk Nabi Muhammad SAW yang jelas sekali menuntut perlunya profesi keperawatan. Perintah untuk berobat, peringatan terhadap penyakit menular, perintah mengasingkan diri terhadap penyakit menular, penjenisan makanan-makanan sehat untuk tubuh, dll, menunjukkan bahwa baik secara tersurat maupun tersirat Islam sangat menuntut hadirnya para perawat di tengah masyarakat manusia. Sebab orang yang memiliki kompetensi di bidang pengobatan dan perawatan kesehatan tidak lain adalah institusi beserta individu perawat yang mengabdi di dalamnya.

Islam tidak membedakan apakah ia dokter, paramedis atau perawat, sepanjang ia mengabdi di bidang pengobatan dan perawatan penyakit, maka ia merupakan orang mulia. Bahkan dalam banyak kitab fikh dan hadits, selalu ada bab khusus yang membahas tentang penyakit dan pengobatan (kitab al-maridh wa al-thib). Di dalam Islamic Code of Medical Ethics diterangkan bahwa pengobatan dan keperawatan merupakan profesi mulia. Allah menghormatinya melalui mukjizat Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Ibrahim yang pandai mengobati penyakit dan selalu menyebut nama Allah sebagai penyembuh penyakitnya. Sama halnya dengan semua aspek ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran dan keperawatan adalah sebagian dari ilmu Allah, karena Allah-lah yang mengajarkan kepada manausia apa yang tidak diketahuinya.

Allah berfirman:

Iqra wa rabbukal akram, alladzi allama bil qalam, allamal insana ma lam ya’lam (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling mulia, yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca tulis), dan Dia mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya. (QS al-Alaq: 3-5).

Melalui ayat ini Allah menyuruh mempelajari alam semesta beserta segenap organisme dan anorganisme yang ada di dalamnya dengan nama dan kemuliaan Tuhan, melalui baca tulis, eksperimen, penelitian, diagnonis, dsb. Ini terbukti dengan semakin banyaknya studi di bidang kedokteran dan kesehatan, semakin terungkap tanda-tanda kekuasaan Allah terhadap makhluk-makhluk-Nya.

Berkaitan dengan ini pengadaan praktik kedokteran dan perawatan adalah perintah agama kepada masyarakat, yang disebut fardlu kifayah, yang diwakili oleh beberapa institusi untuk melayani kebutuhan kesehatan dan pengobatan masyarakat dan dapat dinikmati oleh setiap orang tanpa kecuali, tanpa melihat kepada perbedaan ras, agama dan status sosialnya. Kewajiban ini merupakan tugas negara untuk menjamin kebutuhan bangsa akan para dokter dan perawat dalam berbagai bidang spesialisiasi. Dalam Islam hal ini merupakan kewajiban negara terhadap warganegaranya.

Kesehatan harus menjadi tujuan, dan keperawatan kedokteran sebagai cara, pasien adalah tuan, dokter dan perawat sebagai pelayannya. Peraturan-peraturan, jadwal-jadwal, waktu dan pelayanan harus dilaksanakan sedemikian rupa untuk menentukan keadaan pasien dan ditempatkan paling atas dengan kesejahteraan dan kesenangan yang pantas. Status istimewa harus diberikan kepada pasien selama ia menjadi pasien, tidak membedakan siapa dan apa dia. Seorang pasien berada pada tempat perlindungan karena penyakitnya dan bukan karena kedudukan sosialnya, kekuasaan atau hubungan pribadinya. Karena itulah dokter dan perawat mengemban tugas mulia, yang dalam sumpah jabatannya mereka sudah bersumpah dengan nama Tuhan, berjanji untuk mengingat Tuhan dalam profesinya, melindungi jiwa manusia dalam semua tahap dan semua keadaan, melakukan semampu mungkin untuk menyelamatkannya dari kematian, penyakit, rasa sakit dan kecemasan.

Allah berjanji akan menolong setiap orang di akhirat dan di hari pembalasan, siapa saja yang menolong saudaranya di dunia. Walaupun kematian merupakan hak prerogatif Allah menentukannya, namun manusia diberi kewenangan yang maksimal untuk mengatasi penyakitnya dengan bantuan dokter dan perawat. Itu sebabnya terhadap penyakit yang parah sekalipun, dokter dan perawat tetap melakukan usaha maksimal dan memberi semangat hidup para pasien bersangkutan.

D. Sejarah Pofesi Keperawatan

Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar teoritis, melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Di masa-masa awal perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita yang mengabdikan dirinya di bidang keperawatan, di antaranya Rufaidah, ia berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman Nabi Muhammad Saw guna menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena penyakit maupun terluka dalam peperangan Kalau di Eropa dikenal nama Jean Henry Dunant, dokter Swiss yang melalui Konferensi Jenewa l864 diakui sebagai Bapak Palang Merah Interasional, diikuti oleh Florence Nightingale sebagai Ibu Perawat Dunia pertama, maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai “Nightingale” dalam Islam.

Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin (Elly Nurahmah, 2001). Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti Sa'ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim (Kasule, 2003; Mansour & Fikry, 1987). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim (Jan, 1996). Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah (Miller Rosser, 2006)

Selama ini pula perawat Indonesia khususnya lebih mengenal Florence Nightingale sebagai tokoh keperawatan, yang mungkin saja lebih dikarenakan konsep keperawatan modern yang mengadopsi litelature barat. Florence Nightingale (Firenze, Italia, 12 Mei 1820 - 13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern. Ia dikenali dengan nama The Lady With The Lamp dalam bahasa Inggris yang berarti "Sang Wanita dengan Lampu". Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris (Wikipedia)

Florence dilahirkan dalam keluarga berada dan tumbuh sebagai wanita yang menawan dan periang yang mempunyai masa depan yang cerah. Bagaimanapun penderitaan yang dilihatnya semasa peperangan di semenanjung Krim di Rusia tahun 1858, menyebabkan hati Florence Nightingale tersentuh melihat penderitaan tentara yang luka dan dibiarkan saja dalam rumah sakit yang kotor. 3) (Wikipedia). Florence Nightingale dikenal sebagai perawat dan teoris pertama yang memiliki body of knowledge keperawatan. Nigtingale menekankan fokus intervensi keperawatan adalah membuat lingkungan yang kondusif bagi manusia untuk hidup sehat. Sebagian besar dari pemikiran Nightingale masih relevan dengan pendidikan keperawatan di Indonesia pada masa sekarang maupun yang akan datang (A.Yani, 2004)

Tulisan ini bermaksud mengeksplorasi lebih jauh studi litelatur sejarah islam dalam bidang keperawatan dan mengenalkan kita tentang tokoh perawat islam. Tentu saja perkembangan keperawatan di masa Rufaidah binti Sa'ad (thn 570 – 632 SM ), dengan perkembangan keperawatan era Florence Nightingale, dan perkembangan keperawatan era tahun 2000 akan tetap berbeda seiring dengan tuntutan pelayanan kesehatan. Kedua tokoh keperawatan tersebut muncul di masa-masa peperangan, sedangkan saat ini keperawatan bergerak maju dalam suasana damai, namun dengan kompleksitas tuntutan asuhan keperawatan dan beragam penyakit infeksi dan penyakit degeneratif (double burden disease).

* Mengenal Rufaidah binti Sa'ad (Ruafaidah Al-Asalmiya)
Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference "Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century" yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Beliau hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah/abad ke-8 Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah adalah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain. Dan digambarkan pula memiliki pengalaman klinik yang dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah public health nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam.

Rufaidah binti Sa'ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa'ad Al Bani Aslam Al Khazraj, yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar (golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah). Ayahnya seorang dokter, dan dia mempelajari ilmu keperawatan saat bekerja membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damai. Dan saat perang Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya. Pernah digambarkan saat perang Ghazwat al Khandaq, Sa'ad bin Ma'adh yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat oleh Rufaidah hingga stabil/homeostatis (Omar Hassan, 1998).

Rufaidah melatih pula beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang Khaibar mereka meminta ijin Nabi Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang pertempuran untuk merawat mereka yang terluka, dan Nabi mengijinkannya. Tugas ini digambarkan mulia untuk Rufaidah, dan merupakan pengakuan awal untuk pekerjaaannya di bidang keperawatan dan medis.

Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. 5). Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan (health education).

Sejarah islam juga mencatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti : Ummu Ammara, Aminah, Ummu Ayman, Safiyat, Ummu Sulaiman, dan Hindun. Beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat adalah : Ku'ayibat, Aminah binti Abi Qays Al Ghifari, Ummu Atiyah Al Ansariyat dan Nusaibat binti Ka'ab Al Maziniyat 6). Litelatur lain menyebutkan beberapa nama yang terkenal menjadi perawat saat masa Nabi Muhammad SAW saat perang dan damai adalah : Rufaidah binti Sa'ad Al Aslamiyyat, Aminah binti Qays al Ghifariyat, Ummu Atiyah Al Anasaiyat, Nusaibat binti Ka'ab Al Amziniyat, Zainab dari kaum Bani Awad yang ahli dalam penyakit dan bedah mata.

Ummu Ammara juga dikenal juga sebagai Nusaibat binti Ka'ab bin Maziniyat, dia adalah ibu dari Abdullah dan Habi, anak dari Bani Zayd bin Asim. Nusaibat dibantu suami dan anaknya dalam bidang keperawatan. Dia berpartisipasi dalam Perjanjian Aqabat dan perjanjian Ridhwan, dan andil dalam perang Uhud dan perang melawan musailamah di Yamamah bersama anak dan suaminya. Dia terluka 12 kali, tangannya terputus dan dia meninggal denan luka2nya. Dia terlibat dalam perang Uhud, merawat korban yang luka dan mensuplai air dan juga digambarkan berperang menggunakan pedang membela Nabi.

* Masa Sejarah Perkembangan Islam dalam Keperawatan

Masa sejarah perkembangan islam dalam keperawatan, tidak dapat dipisahkan dalam konteks perkembangan keperawatan di Arab Saudi khususnya, dan negara-negara di timur tengah umumnya. Berikut ini akan lebih dijelaskan tentang sejarah perkembangan keperawatan di masa Islam dan di Arab Saudi khususnya.

1. Masa penyebaran Islam/ The Islamic Period (570 – 632 M)

Dokumen tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa ini. Sistem kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan oleh dokter ke rumah pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya sedikit sekali lilature tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad SAW telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa'ad/Rufaidah Al-Asamiya (Tumulty 2001, Al Osimy, 1994).

2. Masa Setelah Nabi/Post –Prophetic Era (632 – 1000 M).

Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali (Al Simy, 1994). Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang "The Reason Why Some Persons and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever" dan "A Clever Physician Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within the Realm of Possibility." Di masa ini ada perawat diberi nama "Al Asiyah" dari kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.

3. Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M)

Dimasa ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004).

4. Masa Modern (1500 – sekarang) Early Leaders in Nursing’s Development

Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa, Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali, namun di tahun 1890 seorang misionaris Amerika, dokter dan perawat dari Amerika telah masuk Bahrain dan Riyadh untuk merawat Raja Saudi King Saud. (Amreding, 2003).

Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.

Meskipun keperawatan masih baru sebagai profesi di Timur tengah, sebenarnya telah dibangun di masa Nabi Muhammad SAW. Dimana mempengaruhi philosofi praktek, dan profesi keperawatan. Dan sejak tahun 1950 dengan dikenalkannya organized health care dan pembangunan RS di Arab Saudi, keperawatan menjadi lebih maju dan bukan hanya sekedar pekerjaan (job training).

* Keperawatan, Islam, Masa Kini dan Mendatang

Dr. H Afif Muhammad dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Bandung 31/8/2004 mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. "Sehat kerap membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-perintah Allah maupun mensyukuri nikmat sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak menyenangkan seperti sakit sebagai musibah yang terkesan negatif, padahal musibah berkonotasi positif," jelasnya.

Tugas seorang perawat, menurut H. Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. "Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat," katanya. Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan "manjurnya" doa.

Dr. Ahmad Khan (lulusan suma cumlaude dari Duke University) yang menemukan Ayat-ayat Al Quran dalam DNA (Deoxy Nucletida Acid) berpesan semoga penerbitan buku saya "Alquran dan Genetik", semakin menyadarkan umat Islam, bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap. Kita tidak bisa lagi memisahkan agama dari ilmu politik, pendidikan atau seni. Semoga muslim menyadari bahwa tidak ada gunanya mempertentangkan ilmu dengan agama. Demikian juga dengan ilmu-ilmu keperawatan penulis berharap akan datang suatu generasi yang mendalami prinsip-prinsip ilmu keperawatan yang digali dari agama Islam. Hal ini dapat dimulai dari niat baik para pemegang kebijakan (decission maker) yang beragama Islam baik di institusi pendidikan atau pada level pemerintah.

Di negara-negara timur tengah, konteks keperawatan sendiri banyak dipengaruhi oleh sejarah keperawatan dalam Islam, budaya dan kepercayaan di Arab, keyakinan akan kesehatan dari sudut pandang islam (Islamic health belief), dan nilai-nilai profesional yang diperoleh dari pendidikan keperawatan. Tidak seperti pandangan keperawatan di negara barat, keyakinan akan spiritual islam tercermin dalam budaya mereka.

Di Indonesia mungkin hal serupa juga terjadi, tinggal bagaimana keperawatan dan islam dapat berkembang sejalan dalam harmoni percepatan tuntutan asuhan keperawatan, kompleksitas penyakit, perkembangan tehnologi kesehatan dan informatika kesehatan. Agar tetap mengenang dan menteladani sejarah perkembangan keperawatan yang di mulai oleh Rufaida binti Sa'ad.

E. Pendekatan HolistiK Dalam Asuhan Keperawatan

Holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Dimensi tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh, apabila satu dimensi terganggu akan mempengaruhi dimensi lainnya. Holistik terkait dengan kesejahteraan (Wellnes). Untuk mencapai kesejahteraan terdapat lima dimensi yang saling mempengaruhi yaitu: fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk mencapai kesejahteraan tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah kemampuan beradaptasi terhadap stimulus. Teori adaptasi Sister Callista Roy dapat digunakan.

Teori ini menggunakan pendekatan yang dinamis, di mana peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan memfasilitasi kemampuan klien untuk melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan kabutuhan dasarnya. Tindakan direncanakan dengan tujuan mengubah stimulus dan difokuskan pada kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap stimulus. Sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan melihat kemampuan klien dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali masalah yang pernah dialami. Kemampuan adaptasi ini meliputi seluruh aspek baik bio, psiko maupun sosial (holistik). Sebagai pemberi asuhan keperawatan, konsep holistik dan adaptasi ini merupakan konsep yang harus di pahami oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien

Bicara tentang konsep holistic dari dulu perawat telah lama mengenal. Dalam literatur keperawatan dikatakan perawat memandang manusia sebagai makhluk yang utuh bio,psiko, sosio, spiritual. Karena konsep yang dibahas cukup luas teman saya ada yang memplesetkan sebagai “ipolesosbudhankamrata”nya perawat. Saking luasnya jangkauan yang “harus dijangkau” oleh perawat bahkan ada yang bersikap skeptis.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari apa yang dijabarkan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ketika seorang menganggap dirinya sebagai seorang professional maka ia harus memliki unsur bertauhid, amanah, berakhlaq, memiliki ilmu, ikeahlian dan tanggung jawab. Sebagai sebagai calon perawat sudah seharusnya menganut hal tersebut karena sebagai landasan seorang perawat yang profesional.

B.Saran

Allah menciptakan manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini, tapi apabila manusia sudah menjadi pemimpin mereka lupa dengan masyarakat yang dia pimpin. Sebagai calon pemimpin dalam bidang keperawatan atau kesehtan jangan membeda-bedakan masyarakat antara sikaya dan si miskin apabila dalam merawat pasien.